MaLaN9’s E-DuCaTiOn

Dampak Pembangunan Sektor Industri Terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup Kota Malang
Perwujudan Malang sebagai kota pendidikan yang bertaraf Internasional mulai disorot oleh berbagai kalangan. Simak tulisan-tulisan sebelumnya di forum ini (Saudara Wahyu Widayat dan Saudara Karyoto) yang mengevaluasi kinerja Malang sebagai Kota Pendidikan. Disatu sisi Malang telah dideklarasikan sebagai kota pendidikan dan sekaligus kota pendidikan internasional, tetapi disisi lain berbagai prasarana dan sarana baik fisik dan non fisik masih belum sepenuhnya mengacu kepada pencapaian predikat tersebut. Simak saja dari APBD Kota Malang untuk tahun 2005 alokasi anggaran untuk sektor pendidikan masih dibawah perda yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Malang sendiri. Belum lagi masalah penyediaan gedung-gedung pendidikan yang representatif bagi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional. Kalau demikian adanya kenapa Malang mendeklarasikan diri menjadi kota pendidikan internasional ? Tulisan berikut ini ingin melihat dari sisi lain tentang keberadaan Kota Malang dewasa ini berkaitan dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Dalam beberapa tahun terkahir ini pemandangan Kota Malang diwarnai oleh munculnya bangunan fisik yang mengarah pada Kota Metropolitan. Di berbagai kawasan, khususnya yang terletak di pinggir jalan strategis berdiri ruko-ruko dan gedung-gedung swalayan baru dengan aneka bentuk dan jenis kegiatannya. Beberapa bangunan rumah yang tadinya berdiri di sepanjang jalan yang ada kini beralih fungsi menjadi sederatan pusat perdagangan dan industri kecil. Begitu pula dengan lahan yang tadinya berupa sawah/kebun produktif kinipun beralih fungsi menjadi tempat berdirinya berbagai bangunan fisik dengan berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan. Apabila dicermati lebih jauh lagi dapat diperhatikan bahwa bisnis properti (perumahan) berkembang subur di Kota Malang, khususnya pada daerah-daerah pinggiran. Daerah-daerah ini merupakan daerah penyangga Kota Malang yang telah penuh sesak dengan berbagai aktivitasnya. Sehingga menyebabkan pembangunan kawasan perumahan baru banyak berdiri pada daerah-daerah yang tadinya tegalan, kebun dan sawah yang berada di sekitar Kota Malang.
Realitas di Kota Malang juga menunjukkan bahwa mobilitas penduduk di Kota Malang juga menunjukkan peningkatakan dalam aktivitasnya. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya volume kendaraan roda dua dan roda empat yang melewati jalan-jalan strategis. Mobilitias penduduk yang tinggi tersebut semakin bervariasai kegiatannya seiring dengan momen-momen khusus yang terjadi. Pada hari-hari libur nasional jalanan bertambah padat dengan arus kendaraan di Kota Malang. Masyarakat dari luar Kota Malang atau masyarakat Malang sendiri ingin menghabiskan waktu untuk berlibur di tempat-tempat wisata yang di Malang. Sedangkan pada hari-hari penerimaan mahasiswa baru (Tahun Ajaran Baru), Kota Malang diserbu oleh para lulusan SLTA dari berbagai Kota di Jawa Timur khususnya untuk mendaftarkan diri menjadi mahasiswa baru di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Kota Malang.
Pada kondisi lain dapat juga diperhatikan bahwa keadaan lingkungan hidup di Kota Malang akhir-akhir ini menunjukkan terjadinya banjir di beberapa jalan wilayah perumahan maupun pertokoan, asap kendaraan bermotor yang semakin meningkat dan volume sampah yang semakin meningkat pula. Konsekuensi dari beberapa kondisi tersebut juga dapat mengakibatkan permasalahan di sektor kesehatan, seperti munculnya kasus-kasus demam berdarah dan firus flu burung.
Rangkaian fenomena di atas menunjukkan bahwa perkembangan Kota Malang diwarnai ole tiga kegiatan penting, yakni pendidikan, wisata dan ekonomi. Namun demikian dalam perkembangannya, pembangunan fisik untuk kegiatan ekonomi lebih dominan dibandingkan dengan kedua kegiatan di atas. Hal ini ditunjukkan oleh berdirinya pusat-pusat perbelanjaan dan ruko-ruko baru yang banyak berdiri. Berdirinya pusat perbelanjaan tersebut menimbulkan diferensiasi kegiatan yang beraneka ragam, mulai dari jasa parkir hingga transportasi. Peminatnyapun semakin bertambah seiring dengan semakin bervariasinya bentuk pusat perbelanjaan dan aktivitas yang ditawarkannya. Sehingga image yang muncul adalah Kota Malang sebagai pusat perbelanjaan baru yang menyuguhkan aroma glamour dan kemewahan ketimbang aroma kutu buku. Fenomena pusat perbelanjaan di Kota Pendidikan sebenarnya tidak hanya terjadi di Malang saja, Yogyakarta yang disebut juga sebagai Kota Pendidikan pun juga diwaranai oleh banyaknya pusat perbelanjaan baru yang beridiri di sekitar kawasan pendidikan. Bagaimana dampak pembangunan sektor non pendidikan tersebut terhadap kelestarian alam dan lingkungan di Kota Malang ?
Nampaknya paradigma pembangunan yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan obat mujarab untuk mengatasi masalah kemiskinan masih menjandi pedoman bagi pembangunan di Kota Malang. Dalam kacamata pencapaian target pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Produk Domestik Regional Bruto tinggi), nampaknya pembangunan sarana fisik yang bercirikan gedung-gedung pertokoan yang baru dengan diferensiasi kegiatan yang beraneka ragam di Kota Malang merupakan pembenaran dari paradigma pertumbuhan ekonomi. Namun apabila dikaitkan dengan kelestarian alam dan lingkungan hidup, paradigma tersebut perlu untuk dikaji ulang untuk penerapannya dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Adalah Kuznets (1955) yang berupaya mengkritisi model pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Menurutnya, pembangunan tanpa memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan hanya akan menciptakan kerusakan lingkungan hidup itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam beberapa periode sebelumnya justru akan terkikis oleh ekses-ekses negatif dari pertumbuhan itu sendiri. Analisis Kuznets tentang pengaruh kelestarian lingkungan hidup terhadap pertumbuhan ekonomi ini secara teoritis diungkapkan dengan muncunya teori Environmental Kuznets Curve (EKC). Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) menyatakan bahwa untuk kasus di negara sedang berkembang seiring dengan perjalanan waktu, kegiatan industri dapat merusak kelestarian alam dan lingkungan. Sebaliknya untuk negara maju, seiring dengan perjalanan waktu dalam kegiatan industrinya, maka kelestarian lingkungan hidup semakin bisa dijamin keberadaannya. Berdasarkan pada penemuannya tersebut, bentuk kurva EKC adalah huruf U terbalik (Munasinghe, 1999).
Guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dapat menopang pembangunan dalam jangka panjang (long run development), dibutuhkan peran pemerintah. Peran pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam yang berpokok pada kelestarian lingkungan hidup mengandung dimensi penting, yakni melakukan investasi (tambahan) dalam hal pemeliharaan dan pengamanan sumber daya alam secara berkelanjutan (Djoyohadikusumo,1994).

Apa yang terjadi di Kota Malang dewasa ini menimbulkan kondisi dilematis bagi semua fihak, pemerintah kota (eksekutif), dewan (legeslatif), akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh agama/masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Kesemua elemen masyarakat tersebut merupakan stakeholder yang tentunya ingin agar keseimbangan dan kesinambungan pembangunan di Kota Malang benar-benar dapat terjaga. Pertumbuhan ekonomi dengan berbagai sarana fisik yang diciptakannya tidak akan dapat bertahan lama kalau lingkungan hidup di sekitarnya tidak memberikan dukungan yang optimal. Kita sudah melihat secara riil bagaimana dampak dari banjir yang muncul akhir-akhir ini, harta, rumah dan ternak hancur terbawa arus air. Belum lagi beban moral (shocks) yang harus ditanggung dari musibah yang dialami oleh masyarakat. Butuh waktu lama lagi untuk menyegarkan moral dari serangkaian bencana alam yang terjadi.
Nampaknya kita tidak ingin agar buah dari pembangunan yang telah dicapai oleh Kota Malang justru hancur oleh ekses negatif dari pembangunan itu sendiri. Munculnya berbagai bangunan fisik yang menjamur di Kota Malang walaupun tidak semuanya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, namun perlu diperhatikan aspek pembangunannya dari dimensi kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Sebagai akhir dari tulisan ini, nampaknya dapat digarisbawahi bahwa upaya untuk merealisasikan Malang sebagai Kota Pendidikan (apabila bertaraf internasinal) perlu rethinking kembali tentang hakekat/makna dari Kota Pendidikan. Menurut hemat penulis, sebutan Malang sebagai Kota Pendidikan harus dilandasi oleh semangat kultural yang berorientasi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Kota Malang khususnya melalui pemberdayaan secara autonomus. Dalam hal ini pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia anggaran bagi penyediaan fasilitas publik di sektor pendidikan. Pembangunan industri tentunya diarahkan hanya sebagai supporting sector terhadap keberadaan sektor pendidikan yang telah lama menjadi idola bagi masyarakat. Pembangunan pusat perbelanjaan baru dan ruko-ruko diharapkan menjadi penyedia terhadap berbagai kebutuhan yang muncul sebagai akibat dari adanya sektor pendidikan dan bukan sebaliknya. Selain itu pula dalam rangka menjaga keseimbangan dan kelestarian alam dan lingkungan hidup, maka perlu diminimalisir ekses-ekses negatif dari perkembangan di sektor non pendidikan (sektor industri). Hal ini dapat dilakukan dengan mengevaluasi kembali keberadaan RT/RW yang terkait dengan penataan dan peruntukan lahan/wilayah di Kota Malang. Begitu pula dengan aspek administrasi dari pembangunan bangunan fisik seperti harus memenuhi persyaratan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

1 Komentar

  1. bagus tan,, wih……..!

    rep


Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar